Nomor Katalog | : | 7102004.31 |
Nomor Publikasi | : | 31540.1701 |
ISSN/ISBN | : | 1829-7064 |
Frekuensi Terbit | : | Tahunan |
Tanggal Rilis | : | 27 April 2017 |
Bahasa | : | Indonesia |
Ukuran File | : | 10 MB |
Abstraksi
Pembangunan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai bagian integral dari pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat DKI Jakarta yang adil dan makmur, material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai yang disesuaikan dengan aspirasi, kondisi, dan potensi yang berkembang di DKI Jakarta.
Secara khusus, pembangunan DKI Jakarta bertujuan untuk membangun dan mengembangkan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang representatif dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Kondisi semacam ini hanya dapat dicapai bila kesejahteraan masyarakat terus meningkat, serta kegiatan ekonomi dan sosial berkembang secara serasi dan seimbang. Untuk itu diperlukan indikator-indikator ekonomi maupun sosial yang dapat menggambarkan tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Salah satu indikator ekonomi makro yang paling penting adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK digunakan terutama untuk mengukur inflasi suatu wilayah. Seperti diketahui inflasi merupakan indikator ekonomi yang penting dalam menunjukkan gejala ekonomi tentang harga di suatu wilayah. Disamping itu, inflasi juga merupakan salah satu indikator pengendalian ekonomi makro yang berdampak luas terhadap berbagai indikator ekonomi lainnya. Oleh karena itu banyak pihak sangat membutuhkan data inflasi, dunia perbankan misalnya, selain menggunakan angka inflasi untuk mengamati perilaku moneter, juga menggunakan angka inflasi untuk menentukan tingkat bunga yang layak. Pemerintah menggunakan angka inflasi untuk mengevaluasi laju pertumbuhan ekonomi dan usulan pajak. Pihak pekerja dan perusahaan menggunakan angka inflasi sebagai tolok ukur untuk menyesuaikan upah dan gaji serta pensiun.
Inflasi dalam arti sempit adalah peningkatan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Secara teori, pada dasarnya inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi antara penawaran dan permintaan. Namun pada kenyataannya tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya, seperti tata niaga dan kelancaran dalam arus lalu lintas barang dan jasa serta peranan kebijaksanaan pemerintah.
Secara umum penyebab inflasi ada tiga macam: Pertama, karena kenaikan permintaan (demand pull), yaitu inflasi yang disebabkan oleh karena adanya kenaikan permintaan secara rata-rata terhadap berbagai barang dan jasa yang apabila tidak dapat diimbangi peningkatan produksi/penawaran akan memaksa peningkatan harga barang dan jasa. Kedua, karena kenaikan ongkos produksi (cost push), yaitu inflasi yang disebabkan adanya
2
kenaikan biaya faktor-faktor produksi, misalnya tingkat upah, harga barang dalam negeri, harga barang impor, ataupun perilaku struktural. Ketiga, karena peningkatan jumlah uang beredar (monetary inflation) yaitu, inflasi yang disebabkan adanya kenaikan jumlah uang beredar, misalnya dengan cara pencetakan uang baru, pengeluaran kembali uang lama sehingga jumlah uang yang beredar semakin banyak.
Salah satu ukuran keberhasilan suatu pembangunan ekonomi adalah keberhasilan dalam mengendalikan laju inflasi sehingga mencapai tingkat inflasi yang rendah.
Di dalam penghitungan inflasi nasional, DKI Jakarta menyumbang bobot terbesar terhadap penghitungan inflasi nasional yaitu sebesar 22,49 persen berdasarkan penimbang kota hasil SBH 2007; dan sebesar 20,15 persen berdasarkan penimbang kota hasil SBH 2012. (Tabel 1, dan Tabel 2 Lampiran). Oleh karena itu tingkat inflasi yang terjadi di DKI Jakarta sangat berpengaruh terhadap tingkat inflasi nasional. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, inflasi DKI Jakarta masih di bawah batas psikologis (10 persen) per tahun. Untuk mempertahankan laju inflasi di bawah dua digit akan dapat terwujud jika pemerintah daerah, dunia usaha, maupun masyarakat luas melakukan usaha yang lebih kuat untuk mengendalikan laju inflasi.
Mengingat kegunaan serta pentingnya data IHK dan inflasi seperti telah diuraikan di atas, diperlukan suatu tulisan mengenai indeks harga konsumen dan inflasi DKI Jakarta. Di samping analisis, tulisan ini juga akan menjelaskan tata cara penghitungan IHK dan inflasi khususnya di DKI Jakarta. Dengan disusunnya publikasi indeks harga konsumen dan laju inflasi DKI Jakarta ini, maka pada masa yang akan datang para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah DKI Jakarta akan lebih memahami IHK dan penyebab laju inflasi berdasarkan data sebelumnya, yang pada akhirnya lebih memudahkan untuk mengendalikan inflasi.